Metode Kritik Arsitektur
1. Kritik Normatif
Dalam kritik normatif ini, kritikus mempunyai pemahaman yang diyakini dan kemudian menjadikan norma sebagai tolak ukur, karena kritik normatif merupakan salah satu cara mengkritisi berdasarkan prinsip tertentu yang diyakini menjadi suatu pola atau standar, dengan input dan output berupa penilaian kualitatif maupun kuantitatif.
Kritik normatif terbagi dalam 4 metode, yaitu:
a. Metode Doktrin
Merupakan metode yang dilihat dari aliran atau paham atau nilai-nilai sosial. Singkatnya, seperti disaat kita membuat sebuah tema perancangan bentuk arsitektur. Tema tersebut adalah doktrin yang kita buat untuk meyakinkan diri sendiri tentang apa yang ingin kita buat.
b. Metode Tipikal
Yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Kebiasaan yang terarah.
Contoh. Bangunan sekolah,secara tipikal di tempat manapun di Indonesia selalu memiliki ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
c. Metode Ukuran
Ukuran dijadikan sebagai patokan untuk menilai namun pada akhirnya kecenderungan relativitas akan lebih berperan. Sifatnya akan berakhir tidak pasti, relatif, sesuai dengan pemahaman yang diinginkan masing-masing.
d. Metode Sistematik
Penilaian digunakan dari sistem.
2. Kritik Deskriptif yang menjelaskan sebuah kritik seolah kita adalah seorang jurnalis arsitektur atau sejarahwan.
Kritik Deskriptif ini terdiri dari :
1. Kritik Depiktif
Sebuah kritik yang memaparkan apa adanya tanpa melebih-lebihkan.
2. Kritik Biografis
Kritik yang menceritakan tentang arsiteknya.
3. Kritik Kontekstual
Kritik yang membahas apa yang sedang terjadi, mengapa, ada apa, hingga ke akarnya (roots)
3. Kritik Interpretif yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, terdiri dari :
1. Kritik Evokatif (Kritik yang membangkitkan rasa)
2. Kritik Advokatif (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
3. Kritik Impresionis (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru)
“MUSEUM OLAHRAGA”
1. Kritik Normatif
Dalam kritik normatif ini, kritikus mempunyai pemahaman yang diyakini dan kemudian menjadikan norma sebagai tolak ukur, karena kritik normatif merupakan salah satu cara mengkritisi berdasarkan prinsip tertentu yang diyakini menjadi suatu pola atau standar, dengan input dan output berupa penilaian kualitatif maupun kuantitatif.
Kritik normatif terbagi dalam 4 metode, yaitu:
a. Metode Doktrin
Merupakan metode yang dilihat dari aliran atau paham atau nilai-nilai sosial. Singkatnya, seperti disaat kita membuat sebuah tema perancangan bentuk arsitektur. Tema tersebut adalah doktrin yang kita buat untuk meyakinkan diri sendiri tentang apa yang ingin kita buat.
b. Metode Tipikal
Yaitu suatu pendekatan yang mempunyai uraian urutan secara tersusun. Kebiasaan yang terarah.
Contoh. Bangunan sekolah,secara tipikal di tempat manapun di Indonesia selalu memiliki ruang kelas, ruang guru,ruang kepala sekolah, ruang kesenian, lab, perpustakaan, kantin, gudang, toilet.
c. Metode Ukuran
Ukuran dijadikan sebagai patokan untuk menilai namun pada akhirnya kecenderungan relativitas akan lebih berperan. Sifatnya akan berakhir tidak pasti, relatif, sesuai dengan pemahaman yang diinginkan masing-masing.
d. Metode Sistematik
Penilaian digunakan dari sistem.
2. Kritik Deskriptif yang menjelaskan sebuah kritik seolah kita adalah seorang jurnalis arsitektur atau sejarahwan.
Kritik Deskriptif ini terdiri dari :
1. Kritik Depiktif
Sebuah kritik yang memaparkan apa adanya tanpa melebih-lebihkan.
2. Kritik Biografis
Kritik yang menceritakan tentang arsiteknya.
3. Kritik Kontekstual
Kritik yang membahas apa yang sedang terjadi, mengapa, ada apa, hingga ke akarnya (roots)
3. Kritik Interpretif yang berarti adalah sebuah kritik yang menafsirkan namun tidak menilai secara judgemental, terdiri dari :
1. Kritik Evokatif (Kritik yang membangkitkan rasa)
2. Kritik Advokatif (Kritik yang membela, memposisikan diri seolah-olah kita adalah arsitek tersebut.)
3. Kritik Impresionis (Kritik dipakai sebagai alat untuk melahirkan karya seni baru)
“MUSEUM OLAHRAGA”
“Kritik Tipikal adalah metode krItik yang didasarkan pada model yang
digeneralisasi untuk satu kategori bangunan spesifik, baik dari struktur,
fungsi maupun bentuk”
Gbr. Museum Olahraga TMII
Museum Olahraga
berdiri di atas lahan dengan luas 1,5 ha dengan luas bangunan ± 3000 m2,
dan tinggi 17 meter. Lokasi site museum olahraga sangatlah strategis,
kerena dekat dengan pintu masuk selatan dan jalan utama area masuk TMII Bentuk
bangunan Museum Olahraga adalah Bola, karena diambil dari salah satu cabang
olahraga yang sangat digemari oleh seluruh lapisan masyarakat yaitu sepak bola.
Museum olahraga dirancang oleh Ir. Zain Rachman pimpinan PT EXOTICA, sedangkan
pola serta isi Museum Olahraga disusun oleh tim yang diketuai oleh I Nyoman
Nuarte.
Struktur
Gbr. Struktur Atap
Bangunan dengan bentuk seperti
museum olahraga ini memerlukan struktur yang kuat untuk menanggung beban
struktur serta beban benda mati dan hidup yang berada dan berinteraksi di dalam
bangunan.
Penerapan struktur atap pada
bangunan adalah struktur shell atau cangkang, yang membuat bangunan terlihat
dinamis serta tetap mempertahankan estetika.
FUNGSI
Sasaran pengunjung museum olahraga ini melingkup semua kalangan baik pelajar, masyarakat umum dan pihak-pihak lainnya seperti olahragawan dan lain-lain. Museum ini diharapkan dapat membuat pengunjung mengetahui manfaat dari olahraga untuk kesehatan diri, sehingga akan diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-harinya. Karena fungsi tersebut maka konsep bangunan lebih berkesan dinamis yang mana konsep dasar penerapan metafora pada museum berawal dari gagasan ide sebuah olahraga yang terkenal, yaitu sepak bola. Dari permainan sepak bola itu, mewujudkan konsep dengan merujuk kepada suatu bentukan bola. Bentuk bola tersebut tidak hanya sebagai estetika bangunan, tetapi lebih memperhatikan fungsi ruang yang berada didalamnya.
Sasaran pengunjung museum olahraga ini melingkup semua kalangan baik pelajar, masyarakat umum dan pihak-pihak lainnya seperti olahragawan dan lain-lain. Museum ini diharapkan dapat membuat pengunjung mengetahui manfaat dari olahraga untuk kesehatan diri, sehingga akan diaplikasikan kedalam kehidupan sehari-harinya. Karena fungsi tersebut maka konsep bangunan lebih berkesan dinamis yang mana konsep dasar penerapan metafora pada museum berawal dari gagasan ide sebuah olahraga yang terkenal, yaitu sepak bola. Dari permainan sepak bola itu, mewujudkan konsep dengan merujuk kepada suatu bentukan bola. Bentuk bola tersebut tidak hanya sebagai estetika bangunan, tetapi lebih memperhatikan fungsi ruang yang berada didalamnya.
Penggunaan warna pada interior lebih ke warna soft netral agar membuat orang betah selama pengunjungan.
Bentuk
Dengan melihat bentuk bangunan yang
lingkaran dapat diketahui bahwa sirkulasi dalam bangunan sebenarnya adalah
linear.
Secara teori jalur sirkulasi linear merupakan
jalur sirkulasi yang baik untuk sirkulasi sebuah museum. Pada museum olahraga
pengaturan sirkulasi linear secara horizontal dan vertical sudah baik karena
tidak membuat pengunjung kebinggung disaat berada di dalam bangunan gedung
museum.
Gbr. Ruang Pamer Lantai 3
Namun ada beberapa area yang kurang dimanfaatkan
untuk interaktif pengunjung. Serta penempatan salah satu koleksi yang bisa
dibilang mengganggu yang berada di tengah area ruang pamer karena apabila
keadaan museum sedang penuh dan ramai sering terjadi desak-desakan di area ini,
mengingat ruang tidak terlalu besar.